SEJARAH
FISIKA
KOSMOLOGI
BARU
Kelompok : 7
1. Laras Purnama Sari (06111181621053)
2. Dwi Nastiti Lukita Ningsih (06111181621062)
3. Rovikah (06111181520070)
4. Triyana Tamara (06111181520004)
PENDIDIKAN
FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2017
DAFTAR ISI
BAB
I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………
1. Latar
belakang ………………………………….………………………………………
2. Rumusan
masalah ………………………………………………………………………
3. Tujuan
penulisan …………….…………………………………………………………
BAB
II. PEMBAHASAN ……………….……………………………………………………
1. Kosmologi
baru ………………………………………………………………………....
2. Kosmologi
Baru dari Copernicus Menuju ke Galileo dan Kepler ……..………………
BAB III. PENUTUP
……………………………………………………………………..……
1. Kesimpulan
……………………………………………………………………………...
2. Saran
…………………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………………....
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Secara terminologi, penciptaan alam dapat dipahami sebagai sebuah peristiwa
ketika alam semesta atau jagat raya dan segala isinya ini muncul dan mengada. Berbicara
tentang alam semesta, tentu saja di dalam benak kita sebagai manusia biasa
timbul sebuah pertanyaan bagaimanakah alam semesta yang begitu besar dan luas
tak bertepi ini berawal, kemana ia menuju bagaimana hukum yang menjaga tatanan
dan keseimbangannya bekerja. Alam semesta itu ada seperti yang kita ketahui
sekarang ini bukanlah tanpa suatu proses, akan tetapi alam semesta ini ada
karena tercipta dan melalui proses yang begitu panjang.
Terbentuknya alam semesta menjadi teka-teki yang menyibukkan bagi umat manusia.
Sejauh perkembangan teori terbentuknya alam semesta, belum ada yang dapat membuktikan
secara empirik kebenarannya. Hal ini dikarenakan manusia adalah hal nisbi bagi
alam raya. Manusia adalah sesuatu yang sangat baru di alam raya. Maka walaupun
manusia dengan susah
payah mencari-cari bagaimana terbentuknya
alam semesta sering terhalang keterbatasan pandangannya. Keterbatasan pandangan ini sangat
terikat dengan pengetahuan apriori yang dimiliki manusia. Hal ini
menyebabkan bahwa pandangan tentang alam raya sulit diuji kebenarannya melalui
pengalaman.
Kemajuan cara berpikir manusia membuat para ilmuwan merumuskan teori mengenai
terbentuknya alam semesta. Bagaimana konsepsi para
ilmuwan tentang penciptaan alam
semesta? Konsepsi itu berubah-ubah sepanjang sejarah, bergantungpada tingkat
kecanggihan alat-alat dan sarana observasinya, dan bergantung pada tingkat
kemajuan fisika itu sendiri.
Kita telah banyak mengetahui bahwa terdapat banyak teori yang berkembang
mengenai pembentukan atau proses terciptanya alam semesta ini. Selama ratusan
tahun para ilmuwan dan pemikir telah melakukan banyak penelitian tentang
bagaimana terciptanya alam semesta ini dan hanya memunculkan sedikit sekali
teori. Gagasan yang umum di abad ke-19 adalah gagasan para kaum materialis,
yang menyatakan alam semesta ini merupakan kumpulan materi dengan ukuran
tak hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya seperti
sedia kala yaitu tetap tidak berubah sama sekali. Selain menetapkan dasar
berpijak bagi faham materialis bahwa alam semesta ini adalah tidak berawal dan
tidak berakhir, pandangan ini juga menolak keberadaan sang pencipta (Allah).
II. RUMUSAN MASALAH
1.
Definisi
kosmologi
2. Kosmologi
Baru dari Copernicus Menuju ke Galileo dan Kepler.
III. TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui definisi kosmologi
2.
Untuk mengetahui Kosmologi Baru dari
Copernicus Menuju ke Galileo dan Kepler.
BAB
II
PEMBAHASAN
KOSMOLOGI
BARU
1.
Definisi Kosmologi
Kosmologi berasal dari kata Yunani
“kosmos” dan “logos”. “Kosmos” berarti susunan, atau ketersusunan yang baik.
Lawannya ialah “Chaos”, yang berarti “kacau balau” (Bakker, 1995: 39).
Sedangkan “logos” juga berarti “keteraturan”, sekalipun dalam “kosmologi” lebih
tepat diartikan sebagai “azas-azas rasional” (Kattsoff, 1986: 75). Dalam
sejarah filsafat Barat, tercatat Phytagoras (580 – 500 SM) merupakan orang yang
pertama kali memakai istilah “kosmos” sebagai terminologi filsafat. Bahkan
dalam tradisi Aristotelian, penyelidikan tentang keteraturan alam disebut
sebagai “fisika” (bukan dalam pengertian modern), dan filsafat Skolastik
memakai nama “filsafat alami” (philosophia naturalis) untuk menyebut hal yang
sama (Bakker, 1995: 40).
Istilah “kosmologi” (cosmology)
dipakai pertama kali oleh Christian von Wolff dalam bukunya “Discursus Praeliminaris
de Philosophia in Genere” tahun 1728, dengan menempatkannya dalam skema
pengetahuan filsafat sebagai cabang dari “metafisika” dan dibedakan dengan
cabang-cabang metafisika yang lain seperti “ontologi”, “teologi metafisik”,
maupun “psikologi metafisik” (Munitz, dalam Edward, ed., 1976: 237).
Dengan demikian, sejak “klasifikasi
Christian”, “kosmologi” dimengerti sebagai sebuah cabang filsafat yang
membicarakan asal mula dan susunan alam semesta; dan dibedakan dengan
“ontologi” atau “metafisika umum” yang merupakan suatu telaah tentang
watak-watak umum dari realitas natural dan supernatural; juga dibedakan dengan
“filsafat alam” (The philosophyofnature) yang menyelidiki hukum-hukum dasar,
proses dan klasifikasi objek-objek dalam alam (Runes, 1975: 68-69).
Namun demikian, walau secara
definitif “kosmologi” dibedakan dengan “ontologi” maupun “filsafat alam”,
pemilahan yang tegas dalam analisis konseptual antara ketiga bidang tersebut
merupakan suatu usaha yang sulit dikerjakan, mengingat objek material dan objek
formal yang hampir sama.
Selain dipakai dalam khasanah
pemikiran filsafat, istilah “kosmologi” juga dipakai dalam lingkup ilmu
empiris, yakni dikenali sebagai ilmu yang menggabungkan hasil-hasil pengamatan
astronomis dengan teori-teori fisika dalam rangka menyusun hal-hal astronomis
atau fisis dari alam semesta dalam suatu kesatuan dengan skala yang besar
(Munitz, dalam: Edward, ed, 1976: 238). Kosmologi ilmiah (scientificcosmology)
lebih berpijak pada suatu studi empiris tentang gejala-gejala astronomis.
Upaya-upaya yang selalu dilakukan adalah membuat model-model “alam semesta”
atas dasar penemuan-penemuan observatorial oleh para astronom. Dengan demikian
sangat berbeda dengan “kosmologi filsafat” yang murni konsepsional dan
merupakan analisis kategorial yang dilakukan secara “spekulatif” oleh para filsuf.
Adapun kajian filosofis terhadap “kosmologi ilmiah” merupakan sub-bagian dari
kajian “filsafat ilmu”, dengan fokus telaah pada aspek-aspek metodologis dan
epistemologis bangunan “kosmologi ilmiah” sebagai “ilmu”. Kajian yang dilakukan
dalam makalah ini adalah kajian kosmologi filsafat, sekalipun unsur-unsur
pemikiran yang ditelaah terkait dengan kosmologi ilmiah tentang ruang-waktu,
yang bagimana pun terkait pula dengan gejala-gejala fisis dan astronomis.
Dalam tradisi pemikiran Barat
(Yunani, Eropa), perkembangan pemikiran kosmologi filsafat berkembang sejalan
dengan perkembangan pemikiran filsafat Barat. Tonggak perubahan dari perenungan
tentang “kosmos” berpindah pada perenungan tentang “manusia”, dimulai oleh kaum
Sofis pada Abad ke 5 Sebelum Masehi (Hatta, 1964: 2). Dengan demikian, telah
terjadi kembali “pembongkaran dunia” yang fundamental setelah sebelumnya
manusia meninggalkan “dunia mitos” masuk ke dalam “dunia kosmos”. Atas dasar
interpretasi baru tentang “dunia” tersebut, para “dewa-dewi” yang masih
mempunyai peranan dalam “dunia kosmos”, secara fungsional perannya digantikan
oleh anasir-anasir dan hukum-hukum kodrat “yang tidak berpribadi” (impersonal).
“Dunia” kemudian diyakini sebagai suatu kesatuan unsur-unsur dasar yang
memiliki kodrat dan hukum-hukumnya sendiri. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa
pada awal perkembangannya kosmologi para filsuf alam tidak sepenuhnya dapat
melepaskan diri dari pengaruh kosmogoni dan spekulasi eskatologis yang terdapat
dalam mitologi Yunani (Burnet, 1953: 1-4), dan kosmologi filsafat jelas bukan
suatu mitologi, sekalipun kedua-duanya merupakan “usaha rasional” dari manusia
untuk mencari penjelasan tentang berbagai hal mengenai “dunia”.
Dalam tradisi filsafat Barat,
mitologi lebih bersifat spekulatif-deduktif, sedangkan kosmologi filsafati
cenderung lebih kritis-induktif dalam arti tidak mungkin lagi menutup mata
terhadap kosmologi ilmiah maupun temuan-temuan ilmiah yang lain.
1. Topik utama kosmologi filsafat menurut Hegel
adalah tentang “kontingensi” (kemestian yang merujuk pada “hukum”),
“kepastian”, “keabadian”, batas-batas dan hukum formal dunia, kebebasan
manusia, dan asal mula kejahatan. Namun rata-rata filsuf hanya mempersoalkan
hakikat dan hubungan antara ruang dan waktu, dan persoalan tentang hakikat kebebasan
dan asal mula kejahatan sebagai materi telaah di luar bidang kosmologi (Runes,
ed, 1975: 69).
Secara umum bangunan pemikiran kosmo-logi filsafat
berpijak pada prinsip-prinsip ilmu ataupun dalil-dalil metafisis, sehingga pada
satu sisi berkaitan dengan fakta-fakta empiris, pada sisi lain berhubungan
dengan kebenaran metafisis tertentu. Dengan demikian dari pijakan ini mudah
dilihat bahwa kosmologi filsafat memiliki nilai bila dia mampu memberi kerangka
pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa alami/kodrati, batas-batas dan “hukum”
ruang-waktu “dunia”, dan bagaimana “keterbatasan manusiawi” tersebut mampu
“diatasi”.
2. Secara historis perkembangan kosmologi filsafat
(barat) dimulai dari filsuf-filsuf alam praSokratik, yang kemudian
persoalan-persoalannya oleh Plato dalam “Timaeus” dan oleh Aristoteles dalam
“Physics” disistematisir dan diperluas. Secara umum kosmologi filsafati di
Yunani , dengan berbagai varian pemikiran, sepakat bahwa ruang jagad raya ini
terbatas dan di bawah pengaruh hukum-hukum yang tidak dapat dirubah, yang
memiliki ketentuan dan irama tertentu. Perkembangan berikut, pada Abad Tengah,
mulai diperkenalkan konsep-konsep “penciptaan” dan “kiamat”, “keajaiban” dan
“pemeliharaan” oleh Tuhan dalam kosmologi. Seirama dengan perkembangan ilmu
empiris, kosmologi filsafat jaman modern sebagaimana dikemukakan oleh
Descartes, Leibniz, maupun Newton mengalihkan kecenderungan yang muncul pada
Abad tengah kepada corak pemikiran yang lebih dekat dengan pemikiran Yunani.
Bahkan sejak Immanuel Kant, telaah kosmologi filsafati selalu dalam kaitan
dengan isue-isue metafisika. Varian lain yang berkembang dan perlu disebut
adalah kosmologi modern yang lebih “positif” sebagaimana dikemukakan oleh
Pierce, yang menyatakan bahwa pokok soal yang harus dijawab oleh kosmologi
adalah tiga hal, yakni, prinsip-prinsip tentang perubahan, hukum, dan
kontingensi kosmis (Runes, 1975: 69). Varian “pengimbang” yang lain untuk
pemikiran kontemporer adalah Whitehead, dengan “mengembalikan” kosmologi pada
lingkup “hukum kodrat” yang lebih luas terkait dengan kebudayaan dan ilmu
(Whitehead, 1960: 143).
Secara sistematis, kosmologi filsafat dibedakan
dalam empat kelompok varian besar dengan dasar pengelompokan:
(1) Berpijak dari keyakinan ontis bahwa hakikat
dunia itu “jamak” ataukah “tunggal” (monisme, pluralisme).
(2) Kedudukan manusia dalam kosmis (subjektivistis,
objektivistis).
(3) Esensi dan substansi manusia dengan esensi dan
substansi dunia yang lain (penonjolan “perbedaan” antara esensi dan substansi
manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain pada: Husserl, Scheler,
Hartman, dan Heidegger; pengutamaan pada “kesamaan” antara esensi dan substansi
“pengkosmos-pengkosmos” pada: panpsikisme dan Whitehead).
(4) pendekatan sintesis (Bergson, TheilarddeChardin,
dan kosmologi Pancasila) (Bakker, 1995: 42-52). Klasifikasi yang dilakukan
Bakker yang masih searah dengan kecenderungan kosmologi post-Kantian, yakni
mengaitkan telaah kosmologi dengan “metafisika”, membawa kajian kosmologi pada
pendekatan integratif dengan bidang-bidang pokok filsafat yang lain, baik itu
metafisika, epistemologi, aksiologi, maupun filsafat manusia.
Secara sistematis, perspektif-perspektif kosmologi
metafisis tentang “waktu”, sebagaimana banyaknya varian pendekatan dalam
kosmologi, secara garis besar dapat dipilah dalam empat kelompok, yakni:
(1) Subjektivisme yang menyatakan bahwa waktu
merupakan sesuatu yang tidak nyata, hanya bersifat subjektif-individual.
Pemikiran yang demikian dianut oleh Parmenides, Zeno, Budhisme, AdvaitaVedanta,
Descartes, Leibniz, Locke, Hume, Berkeley, Fichte, Scheling, Hegel, Kant,
Morris Schlick, Reichenbach, dan Carnap).
(2) Realisme Ekstrem yang menyatakan bahwa waktu
merupakan realitas absolut yang universal, tidak mempunyai kesatuan yang
intrinksik dan hanya menunjukkan urutan-urutan murni. Kosmologi yang demikian
dapat ditemukan pada kosmologi Indonesia/ Jawa, Jaina, Nyanya, Vaiseshika,
Gassendi, Newton, Clarke, Whitehead, dan Alexander.
(3) Realisme lunak, yang menyatakan bahwa waktu
merupakan aspek perubahan yang nyata, sekalipun dihasilkan oleh subjek yang
berabstraksi. Corak kosmologi yang demikian nampak pada pemikiran Aristoteles,
Agustinus, Thomas Aquinas, Einstein, dan kosmologi Pancasila.
(4) Subjektivisme lunak yang menerima waktu sebagai
suatu yang heterogen sebagaimana dikemukakan oleh Bergson, atau sebagai dimensi
historis dari pribadi, sebagaimana diyakini oleh eksistensialisme (Bakker,
1995: 111-116). Dari “peta kosmologi” di atas, terlihat bahwa tradisi kosmologi
timur paling dominan diwarnai oleh subjektivisme dan realisme ekstrem. Dari
berbagai varian yang ada itu pula, kiranya dengan mudah dapat dilihat
“konsekuensi-konsekuensi logis” dari suatu varian pemikiran kosmologis terhadap
pandangan manusia tentang aspek-aspek lain dari kehidupannya.
2.
Kosmologi Baru dari Copernicus Menuju ke Galileo dan Kepler.
Dimulai pada abad kedua belas,
ilmuwan Arab, ahli Taurat, dan penerjemah secara bertahap memperkenalkan kepada
Eropa ilmu astronomi seperti yang dikembangkan dalam peradaban Islam
berdasarkan model Helenistik sebelumnya (terutama Ptolemy dan Aristoteles).
Tetapi, gereja Katolik memutuskan untuk mengadopsi model kosmologi geosentri. Ptolemeus
sebagai prinsip teologisnya, ilmuwan yang mengkritik model ini dianggap sebagai
pelaku bidah
•
Nicolaus Copernicus
Ilmuwan Polandia bernama Nicolaus Copernicus
(1473-1544) mengemukakan model heliosentrisnya secara anonim dengan berjudul
DeRevolutionibusOrbiumCaelestium (On the Revolution sof the Heavenly Orbs), buku
tersebut tidak dipublikasikan sampai tahun 1543, hanya satu tahun sebelum
kematiannya. Dalam model ini, Copernicus mendalilkan bahwa Matahari sebagai
pusat alam semesta dan Bumi beserta planet-planet beredar mengelilingi Matahari
dalam orbit lingkaran.
Teori ini bertentangan dengan
ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan
matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa
yang dianggap sebagai "fakta" bahwa Matahari terbit di timur dan
bergerak melintasi angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak
bergerak.
Copernicus bukanlah orang yang
pertama yang menyimpulkan bahwa bumi berputar mengitari Matahari. Astronom
Yunani Aristarkhus dari Samos telah mengemukakan teori ini pada abad ketiga
Sebelum Masehi. Para pengikut Pythagoras telah mengajarkan bahwa bumi serta
Matahari bergerak mengitari suatu api pusat. Akan tetapi, Ptolemeus menulis
bahwa jika bumi bergerak, "binatang dan benda lainnya akan bergelantungan
di udara, dan bumi akan jatuh dari langit dengan sangat cepat". Ia
menambahkan, "sekadar memikirkan hal-hal itu saja terlihat konyol".
Ptolemeus mendukung gagasan
Aristoteles bahwa bumi tidak bergerak di pusat alam semesta dan dikelilingi
oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan bola-bola itu
tertancap Matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia menganggap bahwa
pergerakan bola-bola bening inilah yang menggerakan planet dan bintang. Rumus
matematika Ptolemeus menjelaskan, dengan akurasi hingga taraf tertentu,
pergerakan planet-planet di langit malam.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus
itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas
pergerakan yang aneh dari planet-planet. Untuk menopang teorinya, Kopernikus
merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu.
Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini
memungkinkan dia menghitung jarak relatif antara planet-planet dan Matahari.
Selama bertahun-tahun, ia berupaya menentukan secara persis tanggal-tanggal
manakala para pendahulunya telah membuat beberapa pengamatan penting di bidang
astronomi. Diperlengkapi dengan data ini, Copernicus mulai mengerjakan dokumen
kontroversial yang menyatakan bahwa bumi dan manusia di dalamnya bukanlah pusat
alam semesta.
•
GalileoGalilei
Pada tahun 1609, Galileo menemukan
teleskop dan berdasarkan penyelidikan ilmiahnya, ia menyatakan bahwa model alam
semesta geosentris dari Ptolemy benar-benar tidak digunakan para peneliti
berpengetahuan dan digantikan model heliosentris (Drake, 1990: 145-163).
Jupiter
Pada 7 Januari 1610 Galileo diamati
dengan teleskop apa yang digambarkan pada saat itu sebagai "tiga bintang
tetap, sama sekali tidak terlihat oleh kecilnya mereka ", semua dekat
dengan Jupiter, dan berbaring di garis lurus melalui itu. Pengamatan pada malam
selanjutnya menunjukkan bahwa posisi ini "bintang" relatif terhadap
Jupiter sedang berubah dengan cara yang pasti bisa dipahami jika mereka
benar-benar telah tetap bintang. Pada tanggal 10 Januari Galileo mencatat bahwa
salah satu dari mereka menghilang, pengamatan yang dihubungkan dengan sedang
yang tersembunyi di balik Jupiter. Dalam beberapa hari ia menyimpulkan bahwa
mereka mengorbit Jupiter. Dia telah menemukan tiga dari empat Jupiter terbesar
satelit (bulan). Ia menemukan keempat pada 13 Januari. Satelit ini sekarang
disebut Io , Europa , Ganymede , dan Callisto . Galileo bernama kelompok empat
yang Medicean bintang, untuk menghormati pelindung masa depannya, Cosimo II de
'Medici, Grand DukeofTuscany , dan tiga Cosimo saudara laki-laki. Kemudian astronom,
bagaimanapun, berganti nama mereka satelit Galilea untuk menghormati penemunya
.
Pengamatannya dari satelit Jupiter
menciptakan sebuah revolusi dalam astronomi yang bergema sampai hari ini:
sebuah planet dengan planet-planet lebih kecil yang mengorbit itu tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip Aristotelian Kosmologi , yang beranggapan bahwa semua
benda langit harus melingkari bumi, dan banyak astronom dan filosof awalnya
menolak untuk percaya bahwa Galileo bisa menemukan hal seperti itu. Pengamatan
dikonfirmasi dengan pengamatan dari Christopher Clavius dan ia menerima
pahlawan menyambut ketika ia mengunjungi Roma pada tahun 1611. Galileo terus
mengamati satelit selama delapan belas bulan berikutnya, dan pada pertengahan
1611 ia memperoleh perkiraan yang sangat akurat untuk periode mereka-suatu
prestasi yang Kepler percaya mustahil
Venus,
Saturnus, dan Neptunus
Dari September 1610, Galileo
mengamati bahwa Venus menunjukkan set lengkap fase yang sama dengan yang dari
Bulan . Para model heliosentris dari tata surya yang dikembangkan oleh Nicolaus
Copernicus meramalkan bahwa semua tahap akan terlihat karena orbit Venus
mengitari Matahari akan menyebabkan belahan bumi diterangi dalam menghadapi
Bumi ketika berada di sisi berlawanan dari Matahari dan wajah jauh dari Bumi
ketika berada di sisi Bumi-Matahari. Di sisi lain, dalam model yang geosentris
Ptolemy tidak mungkin untuk setiap orbit planet-planet 'untuk memotong kulit
bola membawa Matahari. Secara tradisional orbit Venus ditempatkan sepenuhnya
pada sisi dekat Matahari, di mana ia bisa menunjukkan sabit saja dan fase baru.
Meskipun demikian, juga memungkinkan untuk menempatkannya sepenuhnya pada sisi
yang jauh dari Matahari, di mana itu bisa hanya menunjukkan fase bungkuk dan
penuh. Setelah pengamatan teleskopik Galileo dari sabit, fase bungkuk dan penuh
Venus, oleh karena itu, model Ptolemeus menjadi tidak dapat dipertahankan. Jadi
di awal abad 17 sebagai hasil dari penemuan sebagian besar astronom dikonversi
ke salah satu geo-heliosentris berbagai model planet, [89] seperti Tychonic,
Capellan dan Capellan Perluasan model, [90] masing-masing baik dengan atau
tanpa bumi berputar setiap hari. Ini semua memiliki keutamaan menjelaskan
fase-fase Venus tanpa wakil dari 'sanggahan' prediksi heliocentrism penuh dari
paralaks bintang.
Galileo membela heliocentrism dan
menyatakan itu tidak bertentangan dengan bagian-bagian Alkitab. Dia percaya
bahwa para penulis Alkitab hanya menulis dari perspektif dunia terestrial, dari
sudut pandang bahwa matahari tidak naik dan diatur. Jadi Galileo mengklaim
bahwa ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan Alkitab, karena Alkitab sedang
mendiskusikan berbagai jenis "gerakan" dari bumi, dan tidak rotasi.
Dengan 1616 serangan terhadap
ide-ide Copernicus telah mencapai kepala, dan Galileo pergi ke Roma untuk
mencoba membujuk otoritas Gereja Katolik tidak melarang gagasan Copernicus.
Pada akhirnya, Keputusan Kongregasi Indeks dikeluarkan, menyatakan bahwa
ide-ide bahwa Matahari berdiri diam dan bahwa Bumi bergerak adalah
"palsu" dan "sama sekali bertentangan dengan Kitab Suci",
dan menangguhkan DeCopernicusRevolutionibus sampai bisa diperbaiki.
Bertindak sesuai instruksi dari
Paus sebelum keputusan tersebut dikeluarkan, Kardinal Bellarmino informasi
Galileo bahwa itu akan datang, bahwa ide-ide itu mengutuk tidak bisa
"membela atau dimiliki", dan memerintahkan dia untuk meninggalkan mereka.
Galileo berjanji untuk taat. Instruksi Bellarmine yang tidak melarang Galileo
dari membahas heliocentrism sebagai fiksi matematika tetapi berbahaya ambigu,
apakah ia bisa memperlakukannya sebagai kemungkinan fisik. Selama beberapa
tahun berikutnya Galileo tinggal jauh dari kontroversi. Dia menghidupkan
kembali proyeknya menulis sebuah buku tentang subjek, didorong oleh pemilihan
Kardinal MaffeoBarberini sebagai Paus Urbanus VIII pada tahun 1623. Barberini
adalah seorang teman dan pengagum Galileo, dan telah menentang penghukuman
Galileo pada 1616. Buku, Dialog Menyangkut Kepala Dua Sistem Dunia ,
diterbitkan pada 1632, dengan otorisasi resmi dari Inkuisisi izin dan kepausan.
Pada bulan September 1632, Galileo
diperintahkan untuk datang ke Roma untuk diadili, di mana ia akhirnya tiba pada
Februari 1633. Sepanjang persidangan Galileo tetap mempertahankan bahwa sejak
1616 ia telah setia menepati janjinya untuk tidak tahan salah satu pendapat
dikutuk, dan awalnya ia menyangkal bahkan membela mereka. Namun, ia akhirnya dibujuk
untuk mengakui bahwa, bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya, seorang
pembaca Dialog dengan baik bisa diperoleh kesan bahwa itu dimaksudkan sebagai
pertahanan Copernicanism.
Mengingat penolakan Galileo agak tidak masuk akal
bahwa ia pernah memegang ide Copernicus setelah 1616 atau pernah dimaksudkan
untuk membela mereka dalam Dialog, interogasi terakhirnya, pada bulan Juli
1633, diakhiri dengan-Nya diancam dengan siksaan jika ia tidak mengatakan yang
sebenarnya, tetapi ia mempertahankan penyangkalannya meskipun ancaman tersebut.
Kalimat dari Inkuisisi itu disampaikan pada 22 Juni. Saat itu di tiga bagian
penting:
1. Galileo menemukan "keras menduga
bid'ah", yaitu dari setelah memegang pendapat bahwa Matahari terletak tak
bergerak di pusat alam semesta, bahwa Bumi bukan di pusatnya dan bergerak, dan
yang satu dapat memegang dan mempertahankan pendapat sebagai kemungkinan
setelah itu telah dinyatakan bertentangan dengan Kitab Suci. Dia harus
"mengharamkan, mengutuk dan membenci" pendapat-pendapat tersebut.
2. Dia dijatuhi hukuman penjara formal pada
kesenangan Inkuisisi. [60] Pada hari berikut ini diubah menjadi tahanan rumah,
yang tetap berada di bawah untuk sisa hidupnya.
3. Dialog menyinggung dilarang. Dan tindakan tidak
diumumkan di pengadilan, publikasi dari setiap karya-karyanya dilarang,
termasuk dia mungkin menulis di masa depan.
“ Padahal Bumi selalu bergerak dan selalu begitu “,
GalileoGalilei.
•
Johannes Keppler
Ilmuwan Johannes Kepler merumuskan
tiga pernyataan matematis yang secara akurat menggambarkan revolusi
planet-planet di sekitar Matahari. Alih-alih tujuh bintang di geocentric
standar astronomi Copernican sistem yang hanya enam, Bulan memiliki tubuh
menjadi semacam sebelumnya tidak diketahui untuk astronomi, yang kemudian
Kepler untuk menyebut 'satelit' (coined pada 1610 untuk menggambarkan
bulan-bulan Galileo yang telah ditemukan yaitu Yupiter).
Selain itu, dalam geocentric
astronomi tidak ada cara menggunakan pengamatan untuk menemukan ukuran relatif
dari planet orbs; mereka hanya diasumsikan dalam kontak. Ini nampaknya tidak
memerlukan penjelasan, karena pas baik dengan alam philosophers' bahwa seluruh
sistem telah berpaling dari gerakan yang paling luar lingkungan, satu (atau
mungkin dua) di luar lingkungan yang 'tetap' bintang (yang yang pola menjadikan
constellations), yang melebihi dari Saturn bola. Dalam sistem Copernican, fakta
bahwa tahunan setiap komponen gerakan planet adalah refleksi dari gerakan
tahunan bumi diperbolehkan untuk menggunakan satu pengamatan untuk menghitung ukuran
masing-masing planet jalur, dan ternyata ada ruang besar antara bintang.
Mengapa ruang khusus ini?
Kepler menjawab pertanyaan ini,
dijelaskan dalam Misteri dari Cosmos (Mysteriumcosmographicum, Tübingen,
1596).Dia merasa bahwa jika bola yang diambil untuk menyentuh bagian dalam
Saturn jalan, dan sebuah batu yang bertulis dalam bola, maka bola yang bertulis
dalam kubus akan menjadi bola circumscribing jalan Yupiter. Kemudian jika segi
empat biasa yang diambil dalam lingkungan inscribing jalan Yupiter, yang
insphere dari segi empat akan menjadi bola circumscribing jalan Mars, dan isi
perut, menempatkan reguler pigura berduabelas segi antara Mars dan Bumi, yang
biasa icosahedron antara Bumi dan Venus, dan reguler antara segi delapan Venus
dan Mercury. Ini menjelaskan jumlah bintang sempurna: hanya ada lima cembung
biasa zat (seperti yang terbukti dalam Euclid 's Elemen, Buku 13). Ia juga
memberikan yang meyakinkan sesuai dengan ukuran jalan sebagai deduced oleh
Copernicus, kesalahan terbesar yang kurang dari 10% (yang baik untuk
spectacularlykosmoslogisnya model bahkan sekarang). Kepler tidak
mengekspresikan dirinya dalam hal persentase kesalahan, dan itu adalah fakta
pertama dalam kosmologi model matematika, tetapi mudah untuk melihat mengapa ia
percaya bahwa bukti pengamatan mendukung teori.
Kepler melihatnya sebagai teori
kosmologi yang memberikan bukti untuk teori Copernican. Sebelum presentasi
sendiri teorinya, dia memberikan argumen untuk menentukan hal masuk akal dari
teori Copernican itu sendiri. Kepler menegaskan bahwa dibandingkan dengan teori
geocentric yang lebih jelas dalam daya. Misalnya, Copernican teori yang dapat
menjelaskan mengapa Venus dan Mercury tidak pernah terlihat sangat jauh dari
Matahari (mereka terletak antara Bumi dan Matahari) sedangkan dalam teori
geocentric tidak ada penjelasan dari fakta ini.
Dapat disimpulkan dari Hukum Kepler
1. Bahwa orbit planet tidak melingkar, tapi elips,
matahari menduduki salah satu fokus dari elips.
2. Bahwa kecepatan gerak planet bervariasi di berbagai
bagian orbit sedemikian rupa bahwa garis imajiner ditarik dari matahari ke
planet ini, artinya, vektor radius orbit planet selalu menyapusama daerah dalam
waktu tertentu.
Kedua hukum Kepler diterbitkan pada awal 1609.
Bertahun-tahun lebih penyelidikan pasien diharuskan sebelum ia menemukan
rahasia dari hubungan antara jarak planet dan waktu revolusi yang nya
Hukum ketiga menyatakan. Pada 1618, bagaimanapun, ia
mampu merumuskan hubungan ini juga, sebagai berikut: Kuadrat jarak dari
berbagai planet dari matahari adalah sebanding dengan kubus dari mereka periode
revolusi tentang matahari.
Semua hukum-hukum ini, maka akan diamati, menerima
begitu saja kenyataan bahwa matahari adalah pusat orbit planet.
•
Isaac Newton
Pada tahun 1687, dalam karya
utamanya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, Isaac
Newton mengemukakan teori gravitas yang mendukung model Copernicus dan
menjelaskan bagaimana benda secara umum bergerak dalam ruang dan waktu (Hall,
1992:202). Principia dipublikasikan pada 5 Juli 1687 dengan dukungan dan
bantuan keuangan dari Edmond Halley.
Dalam karyanya ini Newton
menyatakan hukum gerak Newton yang memungkinkan banyak kemajuan dalam revolusi
Industri yang kemudian terjadi. Hukum ini tidak direvisi lagi dalam lebih dari
200 tahun kemudian, dan masih merupakan pondasi dari teknologi non-relativistik
dunia modern. Dia menggunakan kata Latin gravitas (berat) untuk efek yang
kemudian dinamakan sebagai gravitasi, dan mendefinisikan hukum gravitasi
universal.
Dalam karya yang sama, Newton
mempresentasikan metode analisis geometri yang mirip dengan kalkulus, dengan
'nisbah pertama dan terakhir', dan menentukan analisis untuk menentukan
(berdasarkan hukum Boyle) laju bunyi di udara, menentukan kepepatan bentuk
sferoid Bumi, memperhitungkan presesi ekuinoks akibat tarikan gravitasi bulan
pada kepepatan Bumi, memulai studi gravitasi ketidakteraturan gerak Bulan,
memberikan teori penentuan orbit komet, dan masih banyak lagi.
Newton memperjelas pandangan
heliosentrisnya tentang tata surya, yang dikembangkan dalam bentuk lebih
modern, karena pada pertengahan 1680-an dia sudah mengakui Matahari tidak tepat
berada di pusat gravitasi tata surya Bagi Newton, titik pusat Matahari atau
benda langit lainnya tidak dapat dianggap diam, namun seharusnya "titik
pusat gravitasi bersama Bumi, Matahari dan Planet-planetlah yang harus disebut
sebagai Pusat Dunia", dan pusat gravitasi ini "diam atau bergerak
beraturan dalam garis lurus".(Newton mengadopsi pandangan alternatif
"tidak bergerak" dengan memperhatikan pandangan umum bahwa pusatnya,
di manapun itu, tidak bergerak.
Postulat Newton
aksi-pada-suatu-jarak yang tidak terlihat menyebabkan dirinya dikritik karena
memperkenalkan "perantara gaib" ke dalam ilmu pengetahuan. Dalam
edisi kedua Principia (1713) Newton tegas menolak kritik tersebut dalam bagian
General Scholium di akhir buku. Dia menulis bahwa cukup menyimpulkan bahwa
fenomena tersebut menyiratkan tarikan gravitasi, namun hal tersebut tidak
menunjukkan sebabnya. Tidak perlu dan tidak layak merumuskan hipotesis hal-hal
yang tidak tersirat oleh fenomena itu. Di sini Newton menggunakan ungkapannya
yang kemudian terkenal, Hypotheses non fingo. Mekanika Newton cukup baik bila
digunakan pada tata surya, tetapi teori kosmologis pada waktu itu berpandangan
lain. Menurut Aristoteles, bintang-bintang memiliki posisi yang tetap dan alam
semesta di luar tata surya bersifat statis. Meskipun alam semesta yang dinamis
dengan mudah dapat diprediksi teori gravitas Newton, tetapi keyakinan bahwa
alam semesta statis menurut Aristoteles begitu kuat sehingga bertahan selama
tiga abad setelah Newton (Benih, 1990:86-107).
“Kalaulah memang aku berhasil melihat lebih jauh.
Itu karena aku berdiri di atas pundak para raksasa”, Isaac Newton.
Pada tahun 1718, Edmund Halley
membandingkan posisi bintang-bintang berdasarkan temuan klasik masa Babilonia
dan astronom kuno lainnya dengan pengamatan terbaru, dan diketahui bahwa posisi
bintang-bintang tidak tetap dari posisi ribuan tahun sebelumnya. Kenyataannya
posisi bintang-bintang mengalami pergeseran meski dalam jarak yang relatif
kecil. Keadaan ini disebut ‘gerak’ nyata bintang (tegak lurus terhadap garis
pandang) berkaitan dengan latar belakang bintang yang sangat jauh. Pada tahun
1783, William Herschel menemukan gerak surya, yaitu gerak matahari relatif
terhadap bintang-bintang di lingkungan galaksi tersebut. Herschel juga
menunjukkan bahwa Matahari dan bintang lainnya tersusun seperti “butiran kasar
dalam gerinda” (Ferguson, 1999:162-165) yang sekarang disebut galaksi Bima
Sakti. Lebih dari satu abad kemudian, pada tahun 1924, Hubble mampu mengukur
jarak antar bintang (berdasarkan ‘pergeseran merah’)[3] dan ia menunjukkan
bahwa beberapa titik-titik terang yang kita lihat di langit sebenarnya galaksi
lain seperti galaksi kita, mesipun mereka terlihat begitu kecil karena jaraknya
sangat jauh (Hartmann, 1990:373-375).
Teori Aristoteles tentang alam
semesta statis berakhir setelah penemuan Hubble tentang pergeseran merah dari
cahaya bintang yang menunjukkan bahwa segala sesuatu di alam semesta sebenarnya
bergerak; IbnArabi sudah menyatakan demikian berabad-abad sebelumnya. Pada
tahun 1980, Stephen Hawking mengatakan: Ketika Einstein merumuskan teori umum
relativitas pada tahun 1915, ia begitu yakin bahwa alam semesta statis; ia
memodifikasi teorinya supaya hipotesisnya menjadi mungkin dengan memperkenalkan
sebuah konstanta kosmologis dalam persamaannya (Hawking, 1998:42).
Hipotesis Einstein ini tentu saja
salah, dan semua orang kini mengetahui bahwa kosmos terus-menerus bergerak.
Einstein sendiri mengganggap hipotesisnya sebagai kesalahan terbesar.
Bagaimanapun, IbnArabi menyatakan dengan jelas bahwa posisi bintang-bintang
tidak tetap, dan ia bahkan memberikan nomor dan unit bintang dengan kecepatan
gerak yang tepat;** hal ini konsisten dengan pengukuran akurat terbaru.
Setelah perkembangan tersebut dan
dengan munculnya teknologi baru yang digunakan dalam pengamatan yang lebih
akurat untuk percepatan penelitian fisika dan astronomi. Pandangan baru tentang
keseluruhan kosmos akhirnya bertemu dengan pandangan klasik. Namun, kita tidak
bisa mengklaim bahwa semua pertanyaan telah mampu dijawab dan dapat membuat
gambaran yang benar mengenai kosmos. Sebaliknya, pertanyaan-pertanyaan mendalam
masih berupa teka-teki seperti ‘materi gelap’ dan paradoks
Einstein-Podolsky-Rosen (EPR).
Seiring dengan temuan data-data
dari teleskop dan pesawat ulang-alik dalam beberapa dekade terakhir,
teori-teori baru banyak dihasilkan untuk mencoba menjelaskan hasil pengamatan
alam semesta. Konsep ‘waktu’ dan ‘ruang’ menjadi fokus utamanya, terutama
setelah ide-ide aneh dan berani dari Einstein tentang relativitas dan
kelengkungan ruang-waktu yang dibuktikan Eddington melalui pengamatan gerhana
Matahari total pada tahun 1918 di Afrika Selatan. Sejak itu, teori-teori lainnya
seperti Mekanika Kuantum, Teori Medan, Superstring, dan Kuantum Gravitas
mencoba menemukan dan menggambarkan hubungan yang sebenarnya antara objek
material dan energi di satu sisi, dan antara ruang dan waktu di sisi lain.
Namun, penemuan yang dicapai belum sepenuhnya meyakinkan..
Pandangan Geosentris menganggap Bumi berada di pusat
alam semesta, sementara Heliosentris menganggap Matahari sebagai pusatnya.
Kosmologi modern menegaskan bahwa alam semesta merupakan arena ruang-waktu yang
tertutup, tidak memiliki pusat; titik di mana pun dapat dianggap sebagai pusat,
seperti titik pada permukaan bumi dapat dianggap pusat (dengan memperhatikan
permukaan, bukan volumenya). Jadi, apakah Bumi atau Matahari yang menjadi pusat
alam semesta adalah perdebatan pada masa perkembangan kosmologi awal, tetapi
tidak berlaku setelah ditemukannya galaksi dan jarak antar bintang yang
berjauhan. Perlu disebutkan bahwa Ibn Arabi jelas menegaskan alam semesta tidak
memiliki pusat (Futuhatal-Makiyya, Vol. II, hal: 677).
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Kosmologi
berasal dari kata Yunani “kosmos” dan “logos”. “Kosmos” berarti susunan, atau
ketersusunan yang baik. Lawannya ialah “Chaos”, yang berarti “kacau balau”
(Bakker, 1995: 39). Sedangkan “logos” juga berarti “keteraturan”, sekalipun
dalam “kosmologi” lebih tepat diartikan sebagai “azas-azas rasional” (Kattsoff,
1986: 75). Dalam sejarah filsafat Barat, tercatat Phytagoras (580 – 500 SM)
merupakan orang yang pertama kali memakai istilah “kosmos” sebagai terminologi
filsafat. Bahkan dalam tradisi Aristotelian, penyelidikan tentang keteraturan
alam disebut sebagai “fisika” (bukan dalam pengertian modern), dan filsafat
Skolastik memakai nama “filsafat alami” (philosophia naturalis) untuk menyebut
hal yang sama (Bakker, 1995: 40).
Tokoh-tokoh yang
berperan pada masa kosmologi baru adalah Nicolaus
Copernicus, Johannes keppler, Isaac newton, dan GalileoGalilei.
2. SARAN
Meskipun
kami menginginkan kesempurnaan dalam makalah ini tetapi kenyataannya masih
banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya
pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Nicolaus_Copernicus
Jamilludin.2008. Kosmologi dan Waktu.
http://www.teofos.com/?p=1523 (diakses 28 Februari 2017)
Magge, Bryan. The StoryofPhilosophy.
http://books.google.co.id/
(diakses 28 Februari 2017)
Smith Williams , Henry. 2002. A HistoryofScience,
V2. http://www.blackmask.com/
http://www.apprendre-math.info/indonesien/historyDetail.htm?id=Kepler
Pusparini , Intan. Fisika Itu Indah : Kosmologi
Baru. 23 September 2012. (Internet). (Terdapat di:
http://semuacintafisika.blogspot.com/2012/09/kosmologi-baru.html ). (diakses 28
Februari 2017)
Kuntaro, Henky. Kosmologi Baru. 14 Maret 2012.
(Internet).(Terdapat di:
http://henkykuntarto.wordpress.com/2012/03/14/kosmologi-baru/ ). (diakses 28
Februari 2017)
Anonim. Nicoulas Copernicus. (Internet). (Terdapat
di: http://id.wikipedia.org/wiki/Nicolaus_Copernicus (diakses 28 Februari 2017)
Anonim. Galileo Galilei. (Internet). (Terdapat di:
http://en.wikipedia.org/wiki/Galileo_Galilei ). (diakses 28 Februari 2017)
Ames Research Center: NASA. (Internet). (Terdapat
di: http://en.wikipedia.org/wiki/Galileo_Galilei ). (diakses 28 Februari 2017)
Hall, Alfred Rupert. 1998. (Internet). (Terdapat di
: http://www.newton.ac.uk/newtlife.html ). (diakses 28 Februari 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar